BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Struma
adalah perbesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan pembengkakan di bagian depan
leher (Dorland, 2002). Kelenjar tiroid terletak tepat dibawah laring pada kedua
sisi dan sebelah anterior trakea. Tiroid menyekresikan dua hormon utama,
tiroksin (T4), dan triiodotironin (T3), serta hormon
kalsitonin yang mengatur metabolisme kalsium bersama dengan parathormon yang
dihasilkan oleh kelenjar paratiroid (Guyton and Hall, 2007).
Kerja
kelenjar tiroid ini dipengaruhi oleh kecukupan asupan iodium. Defisiensi hormon
tiroid ini dapat menimbulkan gangguan tertentu yang spesifik. Cretinism,
misalnya, yang ditandai dengan gangguan pertumbuhan dibawah normal disertai
dengan retardasi mental merupakan akibat dari hormon tiroid yang inadekuat pada
saat perkembangan janin. Kekurangan asupan yodium yang biasanya terjadi pada
daerah goiter (gondok) endemis banyak terjadi karena defisiensi yodium
menyebabkan hipotiroidisme sehingga mengakibatkan pembengkakan kelenjar.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini antara lain :
1.
Apa pengertian Hormon
Tiriod dan Paratiroid?
2.
Apa Fungsi Efek
Hormone Tiroid?
3.
Bagaimana Hipertiroisme
dalam individu?
4.
Penatalaksanaan Hipertiroisme?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini antara lain :
1.
Mengetahui tentang hormone
tiroid dan fungsinya
2.
Mengetahui penyakit-penyakit
yang berhubungan dengan hormone tiroid
3.
Mengetahui cara penyembuhan
penyakit yang berhubungan dengan hormone tiroid
4.
Mengetahui fungsi dan efek
hormone tiroid bagi kehidupan
5.
Mengetahui efek samping dari
hormon tiroid
6.
Mengetahui penyebab timbulnya
penyakit yang berhubungan dengan hormon tiroid
D.
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan dari makalah ini antara lain :
1.
Mengetahui tentang hormone
tiroid dan fungsinya
2.
Mengetahui penyakit-penyakit
yang berhubungan dengan hormone tiroid
3.
Mengetahui cara penyembuhan
penyakit yang berhubungan dengan hormone tiroid
4.
Mengetahui fungsi dan efek
hormone tiroid bagi kehidupan
5.
Mengetahui efek samping dari
hormon tiroid
6.
Mengetahui penyebab timbulnya
penyakit yang berhubungan dengan hormon tiroid
BAB II
PEMBAHASAN
HORMON TIROID DAN ANTI TIROID
Dasar
diagnosis hipertiroidisme meliputi uji pengukuran langsung konsentrasi T3
dan T4 bebas (FT4 dan FT3), dan juga
pengukuran konsentrasi TSH dan TSI plasma. Selain pemeriksaan dengan radioimmunoassay
itu, penegakan diagnosis juga dapat merujuk pada gejala klinis sebagai
konsekuensi mekanisme fisiologi yang terganggu, seperti timbulya exopthalmus,
pembengkakan kelenjar, atau tremor otot. Pembengkakan kelenjar ini kemudian
harus diperiksa lebih lanjut lagi, apakah menimbulkan rasa nyeri atau tidak,
karena diagnosis banding tiroiditis dapat mengarah ke gejala goiter koloid
endemik dan juga gejala hipertiroidisme. Gejala klinis yang timbul kemudian
dinilai dengan menggunakan suatu indeks sebagai dasar diagnosis sebelum
pemeriksaan laboratorium, yaitu indeks Wayne dan indeks New Castle, yang dapat
membedakan antara hipotiroidisme dengan hipertiroidisme.
Pada
hipertiroidisme, konsentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang
“menyerupai” TSH menyuruh kelenjar tiroid mensekresikan hormon tiroid sehingga
terjadi hipertiroidisme. Bahan “menyerupai” TSH yang menyuruh cAMP aktif terus
menerus ini adalah antibodi imunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin).
Karena itu pada pasien hipertiroidisme, konsentrasi TSH menurun, sedangkan
konsentrasi TSI meningkat.
Pada
hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga diluar
batas, sehingga untuk memenuhi “pesanan” tersebut, sel-sel sekretoris kelenjar
tiroid membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa
dingin termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat
peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan, akibat proses
metabolisme yang “keluar jalur” ini, terkadang penderita hipertiroidisme
mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung
tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya
tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita
mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardi, atau diatas normal
juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler.
Exopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai
daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokular, akibatnya bola mata
terdesak keluar.
Hipotiroid
mungkin terjadi karena pengangkatan sebagian kelenjar tiroid melalui pembedahan
mungkin hanya menyisakan sedikit sel-sel sekretoris. Hipoparatiroid mungkin
terjadi oleh karena ikut terangkatnya kelenjar paratiroid yang berada persis di
belakang kelenjar tiroid. Akibatnya, sekresi PTH pun berkurang menjadi di bawah
normal. Hiperparatiroid mungkin dapat terjadi karena tidak adanya efek kerja
yang antagonis antara kalsitonin yang dihasilkan oleh sel-sel C kelenjar tiroid
dengan PTH.
A. Hormon
Tiroid dan Paratiroid
Tahap
pertama pembentukan hormon tiroid adalah pompa iodida dari darah ke dalam sel
dan folikel kelenjar tiroid. Membran basal sel tiroid memompakan iodida masuk
ke dalam sel yang disebut dengan penjeratan
iodida (iodide trapping).
Sel-sel
tiroid kemudian membentuk dan mensekresikan tiroglobulin dari asam amino
tirosin. Tahap berikutnya adalah oksidasi ion iodida menjadi I2 oleh
enzim peroksidase. Selanjutnya terjadi iodinasi tirosin menjadi
monoiodotirosin, diiodotirosin, dan kemudian menjadi T4 dan T3
yang diatur oleh enzim iodinase. Kemudian, hormon tiroid yang telah terbentuk
ini disimpan di dalam folikel sel dalam jumlah yang cukup untuk dua hingga tiga
bulan. Setelah hormon tiroid terbentuk di dalam tiroglobulin, keduanya harus
dipecah dahulu dari tiroglobulin, oleh enzim protease. Kemudian, T4
dan T3 yang bebas ini dapat berdifusi ke pembuluh kapiler di sekitar
sel-sel tiroid. Keduanya diangkut dengan menggunakan protein plasma. Karena
mempunyai afinitas yang besar terhadap protein plasma, hormon tiroid, khususnya
tiroksin, sangat lambat dilepaskan ke jaringan. Kira-kira tiga perempat dari
tirosin yang teriodinasi dalam tiroglobulin tidak akan pernah menjadi hormon
tiroid, hanya sampai pada tahap monoiodotirosin atau diiodotirosin. Yodium
dalam monoiodotirosin dan diiodotirosin ini kemudian akan dilepas kembali oleh
enzim deiodinase untuk membuat hormon tiroid tambahan (Guyton and Hall, 2007).
Regulasi
hormon tiroid adalah sebagai berikut. Hipotalamus sebagai master gland
mensekresikan TRH (Tyrotropine Releasing Hormone) untuk mengatur sekresi TSH
oleh hipofisis anterior. Kemudian tirotropin atau TSH (Thyroid Stimulating
Hormone) dari hipofisis anterior meningkatkan sekresi tiroid dengan perantara
cAMP. Mekanisme ini mempunyai efek umpan balik negatif, bila hormon tiroid yang
disekresikan berlebih, sehingga menghambat sekresi TRH maupun TSH. Bila jumlah
hormon tiroid tidak mencukupi, maka terjadi efek yang sebaliknya (Guyton and
Hall, 2007).
Hormon
paratiroid menyediakan mekanisme yang kuat untuk mengatur konsentrasi kalsium
dan fosfat ekstrasel melalui pengaturan reabsorpsi usus, ekskresi ginjal, dan
pertukaran ion-ion tersebut antara cairan ekstrasel dan tulang. Paratiroid
hormone (PTH) meningkatkan kadar kalsium plasma dengan cara meningkatkan
absorpsi kalsium dan fosfat dari tulang dan usus, dan menurunkan ekskresi
kalsium dan meningkatkan ekskresi fosfat oleh ginjal (Guyton and Hall, 2007).
B. Fungsi dan
Efek Hormon Tiroid
Efek yang umum dari hormon tiroid
adalah mengaktifkan transkripsi inti sejumlah besar gen. Oleh karena itu, di
semua sel tubuh sejumlah besar enzim protein, protein struktural, protein
transpor, dan zat lainnya akan disintesis. Hasil akhirnya adalah peningkatan
menyeluruh aktivitas fungsional di seluruh tubuh.
Hormon tiroid meningkatkan aktivitas
metabolik selular dengan cara meningkatkan aktivitas dan jumlah sel
mitokondria, serta meningkatkan transpor aktif ion-ion melalui membran sel.
Hormon tiroid juga mempunyai efek yang umum juga spesifik terhadap pertumbuhan.
Efek yang penting dari fungsi ini adalah meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan otak selama kehidupan janin dan beberapa tahun pertama kehidupan
pascalahir (Guyton and Hall, 2007).
Efek hormon tiroid pada mekanisme
tubuh yang spesifik meliputi peningkatan metabolisme karbohidrat dan lemak,
peningkatan kebutuhan vitamin, meningkatkan laju metabolisme basal, dan
menurunkan berat badan. Sedangkan efek pada sistem kardiovaskular
meliputi peningkatan aliran darah dan curah jantung, peningkatan frekuensi
denyut jantung, dan peningkatan kekuatan jantung. Efek lainnya antara lain
peningkatan pernafasan, peningkatan motilitas saluran cerna, efek merangsang
pada sistem saraf pusat (SSP), peningkatan fungsi otot, dan meningkatkan
kecepatan sekresi sebagian besar kelenjar endokrin lain (Guyton and Hall,
2007).
C. Hipertiroidisme-Grave’s
Disease
Hipertiroidisme adalah suatu keadaan
klinik yang ditimbulkan oleh sekresi berlebihan dari hormon tiroid. Didapatkan
pula peningkatan produksi triiodotironin (T3) sebagai hasil
meningkatnya konversi tiroksin (T4) di jaringan perifer (Hermawan,
1990). Diagnosis hipertiroidisme didapatkan melalui berbagai pemeriksaan
meliputi pengukuran langsung konsentrasi tiroksin “bebas” (dan sering
triiodotironin) plasma dengan pemeriksaan radioimunologi yang tepat. Uji lain
yang sering digunakan adalah pengukuran kecepatan metabolime basal, pengukuran
konsentrasi TSH plasma, dan konsentrasi TSI (Guyton and Hall, 2007).
Hipertiroidisme adalah suatu keadaan
akibat dari produksi hormon tiroid yang berlebihan oleh kelenjar tiroid
sehingga menyebabkan kadar hormon tiroid didalam darah berlebihan. Hormon
tiroid berfungsi untuk mengendalikan kecepatan metabolisme tubuh. Hormon tiroid
mempengaruhi kecepatan metabolisme tubuh melalui dua cara :
1.
Merangsang hampir setiap jaringan
tubuh untuk menghasilkan protein.
2.
Meningkatkan jumlah oksigen yang
digunakan oleh sel.
Untuk
menghasilkan hormon tiroid, kelenjar tiroid memerlukan iodium. Hormon tiroid
dibentuk melalui penyatuan satu atau dua molekul iodium ke sebuah glikoprotein
besar yang disebut tiroglobulin yang dibuat di kelenjar tiroid dan mengandung
asam amino tirosin. Kompleks yang mengandung iodium ini disebut iodotirosin.
Dua iodotirosin kemudian menyatu untuk membentuk dua jenis hormon tiroid dalam
darah yaitu : Tiroksin (T4), triiodotironin (T3). Dua jenis hormon ini
dipengaruhi oleh hormon TSH (Thyreoid
Stimulating Hormone) dan TRH (Thyrotropin
Releasing Hormone). Tubuh memiliki mekanisme yang rumit untuk
menyesuaikan kadar hormon tiroid. Hipotalamus menghasilkan Thyrotropin-Releasing Hormone, yang
menyebabkan kelenjar hipofisa mengeluarkan TSH. TSH merangsang kelenjar tiroid
untuk menghasilkan hormon tiroid dalam darah (Cooper, 2005).
D.
Penatalaksanaan Hipertiroidisme
Penatalaksanaan
hipertiroidisme secara farmakologi menggunakan empat kelompok obat ini yaitu: obat
antitiroid, penghambat transport iodida, iodida dalam dosis besar menekan
fungsi kelenjar tiroid, yodium radioaktif yang merusak sel-sel kelenjar tiroid.
Pada paper ini akan dibahas tentang obat antitiroid yang merupakan salah satu
cara untuk menghambat produksi hormon tiroid.
Obat
antitiroid bekerja dengan cara menghambat pengikatan (inkorporasi) yodium pada
TBG (thyroxine binding globulin)
sehingga akan menghambat sekresi TSH (Thyreoid
Stimulating Hormone) sehingga mengakibatkan berkurang produksi atau
sekresi hormon tiroid. Antitiroid digunakan untuk :
A.
mempertahankan remisi pada
straumadengan tirotoksikkosis
B.
mengendalikan kadar hormon pada
pasien yang mendapat yodium radioaktif
C.
menjelang pengangkatan tiroid
(Anonim, 2000).
Adapun
obat-obat yang temasuk obat antitiroid adalah Propiltiourasil, Methimazole,
Karbimazol.
1.
Propiltiourasil
(PTU)
a
Nama generik : Propiltiourasil
b
Nama dagang di Indonesia : Propiltiouracil
(generik)
c
Indikasi : hipertiroidisme
d
Kontraindikasi : hipersensisitif
terhadap Propiltiourasil, blocking replacement regimen tidak boleh diberikan
pada kehamilan dan masa menyusui.
e
Bentuk sediaan : Tablet 50 mg dan
100 mg
2.
Aturan Pakai
a.
Untuk anak-anak 5-7 mg/kg/hari atau
150-200 mg/ m2/hari, dosis terbagi setiap 8 jam.
b.
Untuk dewasa 3000
mg/hari, dosis terbagi setiap 8 jam.
c.
Untuk hipertiroidisme berat 450
mg/hari, untuk hipertiroidisme ocasional
memerlukan 600-900 mg/hari.
d.
Dosis pelihara 100-150 mg/haridalam
dosis terbagi setiap 8-12 jam.
e.
Dosis untuk orangtua 150-300 mg/hari
(Lacy, et al, 2006)
3.
Efek Samping
Yaitu ruam kulit,
nyeri sendi, demam, nyeri tenggorokan, sakit kepala, ada kecendrungan
pendarahan, mual muntah, hepatitis.
4.
Mekanisme Obat
menghambat sintesis hormon tiroid dengan
memhambatoksidasi dari iodin dan menghambat sintesistiroksin dan triodothyronin
(Lacy, et al, 2006)
5.
Resiko
Hati-hati penggunaan pada pasien lebih dari 40 tahun
karena PTU bisa menyebabkan hipoprotrombinnemia dan pendarahan, kehamilan dan
menyusui, penyakit hati (Lee, 2006).
Ada 4
golongan penghambat sintesis hormon tiroid, yaitu :
1.
antitiroid—menghambat sintesis
hormon secara langsung
2.
penghambat ion—yang memblok
mekanisme transpor iodida
3.
yodium dengan konsentrasi tinggi yang dapat mengurangi sintesis dan pengeluaran hormon dari
kelenjarnya
4.
yodium radioaktif—yang merusak
kelenjar dengan radiasi ionisasi.
Juga ada
beberapa obat yang tidak berefek pada hormon di kelenjar, tetapi digunakan
sebagi terapi ajuvan, bermanfaat untuk mengatasi ejala tirotoksikosis, misalnya
antagonis reseptor-β dan penghambat kanal Ca++ (Gunawan et.al.,
2007).
Penghambat
sintesis seperti propiltiourasil (PTU) menghambat proses sintesis T4
dan T3, menghambat konversi T4 menjadi T3,
serta menghambta kerja enzim peroksidase dalam proses iodinasi tirosin (Guyton
and Hall, 2007).
Pemberian
iodida dalam dosis tinggi dapat “meringankan” hipertiroidisme, karena iodida
dalam konsentrasi tinggi menghambat proses transpor aktifnya sendiri ke dalam
tiroid, dan bila yodium di dalam tiroid terdapat dalam jumlah cukup banyak maka
terjadi hambatan sintesis iodotironin dan iodotirosin (Gunawan et.al, 2007).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1.
Fungsi utama hormon tiroid adalah
meningkatkan aktivitas metabolik seluler, sebagai hormon pertumbuhan, dan
mempengaruhi mekanisme tubuh yang spesifik seperti sistem kardiovaskuler dan
regulasi hormon lain.
2.
Diagnosis hipertiroidisme mengacu
pada hasil pemeriksaan TSH, FT4, FT3, TSI, dan indeks Wayne dan indeks New
Castle berdasarkan gejala klinis yang timbul.
3.
Penyebab terjadinya hipertiroidisme
adalah TSI yang mengambil alih regulasi yang seharusnya dilaksanakan oleh TSH.]
4.
Efek samping pembedahan yang mungkin
timbul bisa saja terjadi akibat letak kedua kelenjar yang berdekatan dan
fungsinya yang antagonis.
5.
Penatalaksanaan hipertiroidisme
meliputi tindakan bedah dan pemberian bahan penghambat sintesis tiroid, seperti
antitiroid, penghambat ion iodida, yodium konsentrasi tinggi, dan yodium
radioaktif.
DAFTAR PUSTAKA
Akses tanggal 20 September 2014, 19:00 di http ://www. kalbe. co. id/files/cdk/files/16_Pengelolaan dan Pengobatan Hipertiroidi. pdf/16_Pengelolaan dan
Dorland, W.A
Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.
Guyton,
Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC.
Hermawan, A.
Guntur. 1990. Cermin Dunia Kedokteran No. 63, 1990. Pengelolaan dan
Pengobatan Hipertiroidi.
Tjay, Tan Hoan.
2006. Obat-obat Penting Khasiat,
Penggunaan, dan efek-efek sampingnya. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Pengobatan Hipertiroidi.html