Blogger Widgets

Selasa, 04 November 2014

TEORI KONSTRUKTIVISME

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang masalah
Belajar pada hakikatnya adalah sebuah proses yang dialami oleh setiap individu dalam hidupnya.Proses belajar bertujuan untuk menghasilkan adanya perubahan perilaku dari seorang individu.
Dalam kehidupan manusia setiap harinya selalu ada hal baru,ilmu baru dan pengalaman baru yang didapat oleh manusia,berarti secara tidak langsung setiap manusia mengalami sebuah proses yang sering dikenal dengan proses belajar.Dari anak kecil sampai orang dewasa,semuanya mengalami proses belajar.Seorang bayi yang semula belum bisa berjalan,setiap hari dia berusaha untuk dapat berjalan seperti orang-orang disekitarnya yang bisa berjalan hingga akhirnya dia bisa berjalan.Begitu juga dengan seorang anak yang semula tidak dapat membaca,karena dia mengalami sebuah proses belajar untuk dapat membaca sehingga dia akhirnya dapat membaca.
Berbagai teori mengenai belajar bermunculan,mulai dari teori belajar behavioristik,kognitif sampai teori belajar konstruktif. Pada kesempatan kali ini kami akan membahas lebih dalam mengenai teori belajar konstruktivisme. Kami juga akan membandingkan teori belajar ini dengan teori yang lainnya,hingga dapat menyimpulkan apakah teori belajar ini masih relevan untuk diterapkan dalam pembelajaran saat ini.

B.     Rumusan masalah
1.      Apa hakekat belajar yang sebenarnya?
2.      Bagaimana pandangan teori belajar konstruktivisme mengenai belajar?
3.      Bagaimana asumsi teori belajar kontruktivisme mengenai belajar?
4.      Apa saja strategi yang diterapkan dalam proses belajar dengan teori kontruktivisme?
5.      Apakah teori belajar kontruktivisme relevan untuk diterapkan pada sistem pembelajaran saat ini (kurikulum 2013) ?

C.     Tujuan penulisan
1.      Mengetahui apa hakikat belajar yang sebenarnya
2.      Mengetahui bagaimana pandangan teori belajar kontruktivisme mengenai belajar
3.      Mengetahui bagaimana asumsi teori belajar kontruktivisme mengenai belajar
4.      Mengetahui  apa saja strategi yang diterapkan dalam proses belajar dengan teori kontruktivisme
5.      Mengetahui apakah teori belajar kontruktivisme relevan untuk diterapkan pada sistem pembelajaran saat ini (kurikulum 2013)



























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hakekat Belajar
Beberapa ahli mengemukakan teorinya mengenai hakikat belajar, diantaranya Gage dan Berliner (1982),Morgan et al (1986), Slavin (1994),dan Gagne (1977).Diantara beberapa teori yang ada,kami memilih teori Gagne untuk dibahas lebih lanjut dalam laporan ini, alasannya karena teori Gagne ini adalah teori yang paling cocok dengan pandangan atau persepsi kami mengenai hakekat belajar.
Menurut Gagne (1977:3) Belajar merupakan perubahan disposisi atau kecakapan manusia yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan perubahan perilaku tersebut tidak berasal dari proses pertumbuhan. Maksud dari teori Gagne ini, Belajar merupakan sebuah perkembangan kemampuan manusia yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu dan hal tersebut tidak dipengaruhi oleh proses pertumbuhan melainkan dipengaruhi oleh sebuah proses pengalaman.
Terdapat beberapa konsep utama didalam teori Belajar yang dikemukakan oleh Gagne diantaranya :
·         Belajar berkaitan dengan perubahan perilaku
Belajar dikatakan berkaitan dengan perubahan perilaku karena tujuan dari proses belajar sendiri adalah adanya perubahan perilaku dari seorang individu. Misalnya seorang anak yang semula tidak dapat menulis, menjadi bisa menulis setelah mengalami sebuah prses yang dinamakan belajar. Hal tersebut menandakan adanya perubahan perilaku dari seorang anak yang semula tidak dapat menulis menjadi bisa menulis.
·         Perubahan perilaku tersebut didahului karena adanya proses pengalaman
Perubahan perilaku serang individu karena belajar didahului oleh sebuah proses pengalaman. Tidak mungkin seorang anak yang semula tidak dapat menulis tiba-tiba dia dapat menulis tanpa melalui sebuah proses atau pengalaman. Dia bisa menulis karena pengalaman yang dia alami secara terus menerus sehingga pada akhirnya dia bisa menulis.
·         Perubahan perilaku karena belajar bersifat relative permanen
Perubahan perilaku yang terjadi karena proses belajar bersifat relative permanen, maksudnya perubahan perilaku pada karena proses belajar antara individu yang satu dengan yang lainnya tidaklah sama dan biasanya perubahan perilaku tersebut akan bertahan dalam kurun waktu yang cukup lama. Misalnya cara seseorang mengenakan pakaian akan berbeda satu sama lain.
Menurut Gagne,beberapa unsur yang ada dalam proses belajar diantaranya :
·         Peserta didik
Peserta didik yang dimaksud disini adalah individu-individu yang mengalami sebuah proses yang dinamakan proses belajar.peserta didik ini memiliki organ penginderaan yang digunakan untuk menangkap segala jenis rangsangan dan juga memiliki otak yang dapat mentransformasikan hasil penginderaan kedalam memori yang kompleks.
·         Memori
Memori merupakan berbagai kemampuan yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap dimiliki oleh peserta didik yang dihasilkan dari kegiatan belajar sebelumnya.
·         Rangsangan(Stimulus)
Kegiatan-kegiatan yang merangsang penginderaan peserta didik disebut stimulus. Agar peserta didik mampu belajar optimal, maka ia harus memfokuskan pada stimulus tertentu yang ia minati.
·         Respon
Respon merupakan aktualisasi dari memori, sehingga dapat dikatakan bahwa respon merupakan hasil dari proses belajar.
Jika teori Gagne ini dianalogikan didalam ilmu kimia, maka dapat dikatakan bahwa belajar itu sama halnya dengan sebuah reaksi kimia :
Peserta didik + Memori à Respon         
          Peserta didik dan memori diibaratkan sebagai reaktan (zat yang menalami reaksi) dalam hal ini yang mengalami sebuah proses belajar.
          kemudian stimulus sebagai katalisator,katalisator dalam sebuah reaksi kimia adalah zat yang berperan untuk mempercepat jalannya suatu reaksi,dalam hal ini adanya stimulus diperlukan untuk memperlancar dan mempercepat tercapainya suatu tujuan dari proses belajar.
          Respon sebagai produk dari reaksi kimia , yaitu sesuatu yang dihasilkan dari sebuah proses belajar yakni adanya perubahan sikap dari seorang individu setelah mengalami proses belajar.
B.     Teori Belajar Konstruktivisme
Teori Konstruktivisme  didefinisikan sebagai  pembelajaran  yang  bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.


Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.

C.    Asumsi Belajar Menurut Teori Belajar Kontruktivisme
1.      Belajar lebih dari sekedar mengingat
2.      Belajar merupakan sebuah proses kontruksi pengetahuan di dalam memori seseorang
3.      Setiap orang memiliki konsep dalam dirinya sendiri terkait dengan suatu pengetahuan
4.      Pengetahuan tersebut dikontruksikan melalui interaksi dengan lingkungan

D.    Pandangan Belajar Teori Belajar Konstruktivisme
1.      Pengetahuan secara fisik dikonstruksikan oleh peserta didik yang terlibat secara aktif
2.      Pengetahuan secara simbolik dikonstruksikan oleh peserta didik yang membuat representasi atas kegiatannya sendiri
3.      Pengetahuan secara sosial dikonstruksikan oleh peserta didik yang menyampaikan maknanya kepada orang lain
4.      Pengetahuan secara teoritik dikonstruksikan oleh peserta didik yang mencoba menjelaskan objek yang tidak benar-benar dipahaminya

E.     Langkah-Langkah Pembelajaran Kontrutivisme
1.      Identifikasi tujuan. Tujuan dalam pembelajaran akan memberi arah dalam merancang program, implementasi program dan   evaluasi.
2.      Menetapkan Isi Produk Belajar. Pada tahap ini, ditetapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang mana yang harus dikuasai siswa.
3.      Identifikasi dan Klarifikasi Pengetahuan Awal Siswa. Identifikasi pengetahuan awal siswa dilakukan melalui tes awal, interview klinis dan peta konsep.
4.      Identifikasi dan Klarifikasi Miskonsepsi Siswa. Pengetahuan awal siswa yang telah diidentifikasi dan diklarifikasi perlu dianalisa lebih lanjut untuk menetapkan mana diantaranya yang telah sesuai dengan konsepsi ilmiah, mana yang salah dan mana yang miskonsepsi.
5.      Perencanaan Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan Konsep. Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran. Sedangkan strategi pengubahan konsepsi siswa diwujudkan dalam bentuk modul.
6.      Implementasi Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan Konsepsi. Tahapan ini merupakan kegiatan aktual dalam ruang kelas. Tahapan ini terdiri dari tiga langkah yaitu : (a) orientasi dan penyajian pengalaman belajar, (b)menggali ide-ide siswa, (c) restrukturisasi ide-ide.
7.      Evaluasi. Setelah berakhirnya kegiatan implementasi program pembelajaran, maka dilakukan evaluasi terhadap efektivitas model belajar yang telah diterapkan.
8.      Klarifikasi dan analisis miskonsepsi siswa yang resisten. Berdasarkan hasil evaluasi perubahan miskonsepsi maka dilakukaan klarifikasi dan analisis terhadap miskonsepsi siswa, baik yang dapat diubah secara tuntas maupun yang resisten.
9.      Revisi strategi pengubahan miskonsepsi. Hasil analisis miskonsepsi yang resisten digunakan sebagai pertimbangan dalam merevisi strategi pengubahan konsepsi siswa dalam bentuk modul.

F.     Implementasi Pendekatan Kontruktivisme dalam Kegiatan Pembelajaran
1.      Belajar aktif ( Active Learning)
2.      Siswa terlibat dalam aktivitaspembelajaran yang bersifat otentik dan situasional
3.      Aktivitas belajar harus menarik dan menantang
4.      Siswa harus dapat mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah dimiliki sebelumnya dalam sebuah proses yang disebut “Bridging”
5.      Siswa harus mampu merefleksikan pengetahuan yang sedang dipelajari
6.      Guru harus lebih banyak berperan sebagai fasilitator yang dapat membantu siswa dalam melakukan konstruksi pengetahuan. Dalam hal ini, guru tidak lagi hanya sekadar berperan sebagai penyaji informasi.
7.      Guru harus dapat member bantuan berupa scaffolding yang diperlukan oleh siswa dalam menempuh proses belajar




G.    Desain Sistem Pembelajaran Kontruktivisme
1.      Situasi
Komponen ini menggambarkan secara komprehensif tentang maksud atau tujuan dilaksanakannya aktivitas pembelajaran.
2.      Pengelompokan
Komponen pengelompokan dalam akttivitas pembelajaran berbasis pendekatan kontruktivis memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan interaksi dengan sejawat.
3.      Pengaitan
Komponen pengaitan dilakukan untuk menghubungkan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa dengan pengetahuan yang baru.
4.      Pertanyaan
Pengajuan pertanyaan merupakan hal penting dalam pembelajaran. Pertanyaan akan memunculkan gagasan asli, sehingga siswa dapat membangun pengetahuan didalam dirinya.
5.      Eksibisi
Komponen eksibisi dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivistik member kesempatan kepada siswa untukdapat menunjukkan hasil belajara setelah mengikuti suatu pengalaman belajar.
6.      Refleksi
Komponen ini pada dasaranya member kesempatan kepada guru dan siswa untuk berfikir kritis tentang pengalaman belajar yang telah mereka tempuh baik personal maupun kolektif.

H.    Prinsip-Prinsip Konstruktivisme
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
1.      Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
2.      Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kepada murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk bias menalar.
3.      Murid aktif megontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
4.      Guru hanya sekadar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
5.      Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
6.      Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
7.      Mencari dan menilai pendapat siswa
8.      Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
     Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.
I.       Hakikat Anak Menurut  Teori Belajar Konstruktivisme
Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).
Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme.
Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik sebagai berikut:
1.      Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan.
2.      Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa.
3.      Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal.
4.      Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas.
5.      Kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.
Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif. Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pembelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.
Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa jugaa disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan:
Perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama,tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual, dan gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut:
1.      Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi.
2.      Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari, dan,
3.      Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.

J.      Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme
Menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.
Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.
Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu:
·         Siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki.
·         Pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti.
·         Strategi siswa lebih bernilai, dan
·         Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut:
v  Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri.
v  Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif.
v  Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
v  Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa.
v  Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan
v  Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.
K.    Keunggulan dan Kelemahan Model Konstrutivisme
  • Keunggulan Model konstruktivisme
1.      Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
2.       pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
3.      Pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasanpada saat yang tepat.
4.      pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
5.      Pembelajaran Konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
6.      Pembelajaran Konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
·         Kelemahan Model Konstruktivisme
Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung.










BAB III
PENUTUP

A.       Simpulan
1.      Belajar merupakan perubahan disposisi atau kecakapan manusia yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan perubahan perilaku tersebut tidak berasal dari proses pertumbuhan
2.      belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu
3.      menurut teori konstruktivisme Belajar lebih dari sekedar mengingat,belajar merupakan sebuah proses kontruksi pengetahuan di dalam memori seseorang,setiap orang memiliki konsep dalam dirinya sendiri terkait dengan suatu pengetahuan,dan Pengetahuan tersebut dikontruksikan melalui interaksi dengan lingkungan
4.      Strategi yang dapat dilakukan pada model pembelajaran konstruktivisme ini adalah membuat catatan,belajar kelompok,dan menggunakan metode PQ4R (Preview, Question, Read, Reflect, Recite, dan Review)
5.      Teori belajar konstruktivisme cocok untuk dijadikan pedoman dalam pembelajaran pada kurikulum 2013 ini karena teori belajar konstruktivisme ini menuntut siswa untuk dapat kreatif dan inovatif dalam meciptakan sebuah konsepnya sendiri terkait suatu pengetahuan.
B.     Saran
1.    Teori belajar konstruktivisme hendaknya banyak digunakan atau diaplikasikan oleh para tenaga pendidik karena relevan dengan kurikulum 2013
2.    Para tenaga pendidik sebaiknya banyak mempelajari teori-teori dan strategi-strategi pembelajaran agar dapat menciptakan sistem pembelajaran yang aktif,inovatif,dan menarik.
                                                                                                    




DAFTAR PUSTAKA

Rifa’i,Ahmad dan Catharina Tri Anni. 2012. Psikologi Pendidikan. Semarang : Unnes Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar